Senin, 30 Maret 2015

Anies Baswedan, siapa dia..???

Anies Rasyid Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969) Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki kepedulian terhadap masyarakat akar rumput khususnya dalam bidang pendidikan. Ia menelurkan Gerakan Indonesia Mengajar yang mengirimkan anak-anak muda terbaik negeri untuk mengajar di Sekolah Dasar selama satu tahun. Selain memiliki pemahaman terhadap masyarakat akar rumput, ia merupakan seorang intelektual yang memiliki kompetensi internasional, hal ini terbukti dari beberapa penghargaan internasional yang ia dapatkan.

Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta. Ia dan orang tuanya tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman Baswedan, kakeknya, di Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang berlokasi di Jalan Dagen, belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Rumah kontrakan ini merupakan wakaf dan pernah ditempati oleh para perintis kemerdekaan seperti Kasman Singodimedjo, M.Natsir, dan M.Roem. Kawasan ini sendiri adalah perumahan khusus bagi para perintis dan pejuang kemerdekaan. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan mulai tumbuh sejak kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun, ia membentuk sebuah kelompok anak-anak muda (7-15 tahun) di kampungnya yang diberi nama Klub Anak Berkembang (Kelabang). Anies adalah inisiator dan ketua kelompok anak-anak ini. Kegiatan yang diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat akar rumput, seperti membuat kegiatan olahraga seperti pembuatan sekolah sepakbola dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi membaca buku biografi, terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain membuatnya belajar banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya kerap melayat pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX di Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum, pimpinan Pondok Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki dari Krapyak sampai ke tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta. Hobi membaca biografi dan mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan masyarakat mempengaruhi sikap kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat dengan masyarakat.

Pendidikan Dasar

Anies Baswedan mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu Anies kecil bersekolah di TK Masjid Syuhada, Yogyakarta. TK ini merupakan salah satu TK bersejarah di Yogyakarta. Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke Sekolah Dasar (SD) Laboratori, Yogyakarta. Ini merupakan salah satu SD terbaik di Yogyakarta. Laiknya anak kecil seusianya, Anies terkadang berulah. Kedua orang tua Anies mendidik Anies kecil untuk bertanggungjawab atas segala ulahnya, hal ini secara tidak langsung menumbuhkan sikap tanggungjawab pada dirinya. Saat SD ini pula lah Anies pertama kalinya melatih diri untuk berbicara di depan umum. Saat memasuki kelas 5 dan 6, Anies ditunjuk oleh gurunya untuk berpidato saat acara Idul Adha yang diselenggarakan di sekolah. Itu adalah pertama kalinya ia berpidato di depan orang banyak.

SMP

Anies kemudian melanjutkan studinya ke SMP Negeri 5, ini merupakan salah satu SMP unggulan di Yogyakarta. Jiwa sosialnya semakin tertanam di masa ini. Ia didaulat menjadi Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di sekolah. Tugasnya misalnya mengabarkan dan mengumpulkan dana jika ada anggota keluarga dari siswa, guru atau karyawan di sekolah itu yang sakit atau meninggal. Secara struktural, jabatan itu seolah tidak penting dalam organisasi siswa sekolah. Tetapi pada pelaksanaannya, justru seksi inilah yang paling aktif. Di sini Anies berlatih berbicara di depan umum, karena setiap ada musibah ia lah yang bicara dari kelas ke kelas untuk menghimpun bantuan. Setelah itu, ia juga yang akan memimpin teman-temannya mendatangi keluarga yang sedang terkena musibah untuk menyampaikan rasa duka cita dan sumbangan yang telah dihimpun. Anies kemudian menjadi Ketua Panitia Tutup Tahun SMP Negeri 5. Acara ini diselenggarakan di Gedung Purna Budaya secara besar-besaran. Keberhasilan acara ini membuktikan ia dapat memimpin rekan-rekannya dalam usia yang cenderung sangat muda.

SMA

Selesai mengenyam pendidikan di bangku SMP, Anies melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Yogyakarta. Pada masa ini Anies mulai merasakan pentingnya kompetensi di level internasional. Belum genap satu tahun mengenyam bangku SMA, ia sudah didaulat menjadi Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah(OSIS). Posisi ini membawanya mewakili sekolah untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ada 300 delegasi OSIS seluruh Indonesia pada acara tersebut. Pertemuan tersebut menelurkan seorang pemimpin yakni Anies Baswedan. Secara tidak langsung pada saat itu ia adalah Ketua OSIS Se-Indonesia, padahal ia baru menginjak kelas 1 SMA. Posisi ini semakin mengasah jiwa kepemimpinan karena harus memimpin para Ketua OSIS. Menginjak kelas 2 SMA pada 1987 Anies terpilih menjadi peserta AFS, program pertukaran pelajar siswa Indonesia-Amerika. Selama satu tahun ia tinggal di rumah sebuah keluarga di Milwakuee, Wisconsin, Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu momen penting dalam perjalanan Anies muda. Tinggal selama satu tahun di negeri Paman Sam membuat cakrawalanya terbuka luas dan cara berpikir Anies menjadi lebih global. Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan meningkatkan diri di bidang jurnalistik. TVRI Yogya pimpinan Ishadi SK membuat acara bernama Tanah Merdeka. Acara ini merekrut anak-anak muda di Yogya untuk mewawancarai tokoh-tokoh nasional, Anies terpilih sebagai salah satu pewawancara. Kesempatan ini membawanya mewawancarai beberapa tokoh nasional pada masa Orde Baru (Orba).

Perguruan Tinggi

Anies Baswedan menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Saat kuliah Anies aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Setelah lama dibekukan karena kebijakan Orba, organisasi kemahasiswaan akhirnya dibolehkan kembali ada di kampus. Saat itu Anies menjadi Ketua Senat Mahasiswa UGM yang pertama setelah dibekukan dalam jangka waktu yang lama. Senat Mahasiswa adalah embrio munculnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di beberapa universitas saat ini. Sewaktu menjadi mahasiswa Anies Baswedan juga mendapat beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia, Tokyo, Jepang. Beasiswa ini ia dapatkan karena memenangkan sebuah lomba menulis mengenai lingkungan. Ia menjadi pemenang karena kegemarannya mengeliping artikel. Saat itu kumpulan artikel hasil klipingnya ia jadikan bahan referensi penting dalam penulisan artikel untuk lomba tersebut. Anies lulus kuliah pada tahun 1995, setahun kemudian ia mendapat beasiswa melanjutkan studi master bidang International Security and Economic Policy, di University of Maryland, College Park. Sewaktu kuliah ia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Students Award. Setelah lulus dari program master ia mendapatkan beasiswa program doktoral dari Northern Illinois University. Disertasi Anies Baswedan tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia”. Pemikirannya mengenai otonomi daerah dan desentralisasi tidak hanya tertuang dalam disertasinya. Ia juga aktif menulis artikel dan menjadi pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara artikel “Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy" diterbitkan oleh BIES, Australian National University. Pemikirannya yang tertuang dalam disertasi dan artikel merupakan sumbangsih penting bagi proses transisi pemerintahan Indonesia dari sentralistik menuju desentralisasi melalui otonomi daerah.

Karier

Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.

1. Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM

Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika Serikat.

2. Manajer Riset IPC, Inc, Chicago

Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak memiliki uang untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia. Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia.

3. Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan

Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada reformasi birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam jurnal dan media.

4. Direktur Riset Indonesian Institute Center

Ia kemudian menjadi direktur riset The Indonesian Institute. Ini merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang didirikan pada Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis. Kariernya di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang pendidikannya di bidang kebijakan publik.

5. Rektor Universitas Paramadina

Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor [Universitas Paramadina], menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid atau biasa disapa dengan Cak Nur, yang juga merupakan pendiri universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya baru menginjak 38 tahun.  Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit only the best” alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies kemudian menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia. Strategi yang kemudian dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina Fellowship atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah, buku, dan biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan idealisme dengan bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa dunia pendidikan dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk mewujudkan itu Anies mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus seperti yang biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa. Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno (seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel Paramadina Mien R. Uno fellow. Strategi Paramadina Fellowship ini menunjukkan dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar 2000 mahasiswa Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu ini sumbangsih penting bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah mahalnya biayanya pendidikan tinggi. Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini adalah praktek korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi

6. Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar
Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes). Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.

Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.

Dari : http://inankito.blogspot.com


0 komentar: