Anies Rasyid Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969)
Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki kepedulian terhadap masyarakat
akar rumput khususnya dalam bidang pendidikan. Ia menelurkan Gerakan Indonesia
Mengajar yang mengirimkan anak-anak muda terbaik negeri untuk mengajar di
Sekolah Dasar selama satu tahun. Selain memiliki pemahaman terhadap masyarakat
akar rumput, ia merupakan seorang intelektual yang memiliki kompetensi
internasional, hal ini terbukti dari beberapa penghargaan internasional yang ia
dapatkan.
Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta.
Ia dan orang tuanya tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman Baswedan,
kakeknya, di Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang berlokasi di Jalan
Dagen, belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Rumah kontrakan ini merupakan
wakaf dan pernah ditempati oleh para perintis kemerdekaan seperti Kasman
Singodimedjo, M.Natsir, dan M.Roem. Kawasan ini sendiri adalah perumahan khusus
bagi para perintis dan pejuang kemerdekaan. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan
mulai tumbuh sejak kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun, ia
membentuk sebuah kelompok anak-anak muda (7-15 tahun) di kampungnya yang diberi
nama Klub Anak Berkembang (Kelabang). Anies adalah inisiator dan ketua kelompok
anak-anak ini. Kegiatan yang diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan
kebutuhan masyarakat akar rumput, seperti membuat kegiatan olahraga seperti
pembuatan sekolah sepakbola dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi
membaca buku biografi, terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain
membuatnya belajar banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya
kerap melayat pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX
di Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum, pimpinan Pondok
Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki dari Krapyak sampai ke
tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta. Hobi membaca biografi dan
mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan masyarakat mempengaruhi sikap
kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat dengan masyarakat.
Pendidikan Dasar
Anies Baswedan mulai mengenyam bangku
pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu Anies kecil bersekolah di TK Masjid
Syuhada, Yogyakarta. TK ini merupakan salah satu TK bersejarah di Yogyakarta.
Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke Sekolah Dasar (SD) Laboratori,
Yogyakarta. Ini merupakan salah satu SD terbaik di Yogyakarta. Laiknya anak
kecil seusianya, Anies terkadang berulah. Kedua orang tua Anies mendidik Anies
kecil untuk bertanggungjawab atas segala ulahnya, hal ini secara tidak langsung
menumbuhkan sikap tanggungjawab pada dirinya. Saat SD ini pula lah Anies
pertama kalinya melatih diri untuk berbicara di depan umum. Saat memasuki kelas
5 dan 6, Anies ditunjuk oleh gurunya untuk berpidato saat acara Idul Adha yang
diselenggarakan di sekolah. Itu adalah pertama kalinya ia berpidato di depan
orang banyak.
SMP
Anies kemudian melanjutkan studinya ke SMP
Negeri 5, ini merupakan salah satu SMP unggulan di Yogyakarta. Jiwa sosialnya
semakin tertanam di masa ini. Ia didaulat menjadi Ketua Seksi Pengabdian
Masyarakat di sekolah. Tugasnya misalnya mengabarkan dan mengumpulkan dana jika
ada anggota keluarga dari siswa, guru atau karyawan di sekolah itu yang sakit
atau meninggal. Secara struktural, jabatan itu seolah tidak penting dalam
organisasi siswa sekolah. Tetapi pada pelaksanaannya, justru seksi inilah yang
paling aktif. Di sini Anies berlatih berbicara di depan umum, karena setiap ada
musibah ia lah yang bicara dari kelas ke kelas untuk menghimpun bantuan.
Setelah itu, ia juga yang akan memimpin teman-temannya mendatangi keluarga yang
sedang terkena musibah untuk menyampaikan rasa duka cita dan sumbangan yang
telah dihimpun. Anies kemudian menjadi Ketua Panitia Tutup Tahun SMP Negeri 5.
Acara ini diselenggarakan di Gedung Purna Budaya secara besar-besaran.
Keberhasilan acara ini membuktikan ia dapat memimpin rekan-rekannya dalam usia
yang cenderung sangat muda.
SMA
Selesai mengenyam pendidikan di bangku SMP,
Anies melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Yogyakarta. Pada masa ini Anies mulai
merasakan pentingnya kompetensi di level internasional. Belum genap satu tahun
mengenyam bangku SMA, ia sudah didaulat menjadi Wakil Ketua Organisasi Siswa
Intra Sekolah(OSIS). Posisi ini membawanya mewakili sekolah untuk mengikuti
pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ada 300 delegasi OSIS
seluruh Indonesia pada acara tersebut. Pertemuan tersebut menelurkan seorang
pemimpin yakni Anies Baswedan. Secara tidak langsung pada saat itu ia adalah
Ketua OSIS Se-Indonesia, padahal ia baru menginjak kelas 1 SMA. Posisi ini
semakin mengasah jiwa kepemimpinan karena harus memimpin para Ketua OSIS.
Menginjak kelas 2 SMA pada 1987 Anies terpilih menjadi peserta AFS, program
pertukaran pelajar siswa Indonesia-Amerika. Selama satu tahun ia tinggal di
rumah sebuah keluarga di Milwakuee, Wisconsin, Amerika Serikat. Ini merupakan
salah satu momen penting dalam perjalanan Anies muda. Tinggal selama satu tahun
di negeri Paman Sam membuat cakrawalanya terbuka luas dan cara berpikir Anies
menjadi lebih global. Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan
meningkatkan diri di bidang jurnalistik. TVRI Yogya pimpinan Ishadi SK membuat
acara bernama Tanah Merdeka. Acara ini merekrut anak-anak muda di Yogya
untuk mewawancarai tokoh-tokoh nasional, Anies terpilih sebagai salah satu
pewawancara. Kesempatan ini membawanya mewawancarai beberapa tokoh nasional
pada masa Orde Baru (Orba).
Perguruan Tinggi
Anies Baswedan menempuh pendidikan tinggi di
Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Saat kuliah Anies
aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Setelah lama dibekukan karena kebijakan
Orba, organisasi kemahasiswaan akhirnya dibolehkan kembali ada di kampus. Saat
itu Anies menjadi Ketua Senat Mahasiswa UGM yang pertama setelah dibekukan
dalam jangka waktu yang lama. Senat Mahasiswa adalah embrio munculnya Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) di beberapa universitas saat ini. Sewaktu menjadi
mahasiswa Anies Baswedan juga mendapat beasiswa Japan Airlines
Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di
Universitas Sophia, Tokyo, Jepang. Beasiswa ini ia dapatkan karena memenangkan
sebuah lomba menulis mengenai lingkungan. Ia menjadi pemenang karena
kegemarannya mengeliping artikel. Saat itu kumpulan artikel hasil klipingnya ia
jadikan bahan referensi penting dalam penulisan artikel untuk lomba tersebut.
Anies lulus kuliah pada tahun 1995, setahun kemudian ia mendapat beasiswa
melanjutkan studi master bidang International Security and Economic
Policy, di University of Maryland, College Park. Sewaktu kuliah ia dianugerahi
William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF
Scholarship, dan ASEAN Students Award. Setelah lulus dari program master
ia mendapatkan beasiswa program doktoral dari Northern Illinois University.
Disertasi Anies Baswedan tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di
Indonesia”. Pemikirannya mengenai otonomi daerah dan desentralisasi tidak hanya
tertuang dalam disertasinya. Ia juga aktif menulis artikel dan menjadi
pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Ia banyak menulis artikel mengenai
desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya
yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat
di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara
artikel “Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The
Future of Democracy" diterbitkan oleh BIES, Australian National
University. Pemikirannya yang tertuang dalam disertasi dan artikel merupakan
sumbangsih penting bagi proses transisi pemerintahan Indonesia dari
sentralistik menuju desentralisasi melalui otonomi daerah.
Karier
Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan
selalu mengatakan ada tiga hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier.
Apakah secara intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung
jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.
1. Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi
Ekonomi UGM
Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas
Ekonomi UGM, Anies Baswedan sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator
proyek di Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak
berlangsung lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke
Amerika Serikat.
2. Manajer Riset IPC, Inc, Chicago
Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004,
karena tidak memiliki uang untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja
sebagai manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan
elektronik sedunia. Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia.
3. Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola
Pemerintahan
Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk
Reformasi Tata Kelola Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada
reformasi birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama
antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari
kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi seperti
tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam jurnal dan media.
4. Direktur Riset Indonesian Institute Center
Ia kemudian menjadi direktur riset The
Indonesian Institute. Ini merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang
didirikan pada Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis.
Kariernya di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang
pendidikannya di bidang kebijakan publik.
5. Rektor Universitas Paramadina
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen
penting dalam kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor [Universitas Paramadina],
menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish
Madjid atau biasa disapa dengan Cak Nur, yang juga merupakan pendiri
universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya tercatat
sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya baru menginjak 38
tahun. Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of
Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan
universitasnya adalah “admit only the best” alias hanya menerima yang
terbaik. Dari sinilah Anies kemudian menggagas rekrutmen anak-anak terbaik
Indonesia. Strategi yang kemudian dikembangkan Anies Baswedan adalah
mencanangkan Paramadina Fellowship atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu
meliputi biaya kuliah, buku, dan biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah
perwujudan idealisme dengan bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran
bahwa dunia pendidikan dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk
mewujudkan itu Anies mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus
seperti yang biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa.
Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama
sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno
(seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel
Paramadina Mien R. Uno fellow. Strategi Paramadina Fellowship ini menunjukkan
dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar 2000 mahasiswa
Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu ini sumbangsih penting
bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah mahalnya biayanya pendidikan tinggi.
Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia pimpin
adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini didasari karena Anies
menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini adalah praktek korupsi. Karena
itu ia berinisiatif membuat mata kuliah wajib anti korupsi. Yang diajarkan
dalam mata kuliah ini mulai kerangka teoritis sampai laporan investigatif
tentang praktik korupsi
6. Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar
Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies
Baswedan masih menjadi mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia
bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990:
Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes). Pada tahun 1950an, Pak Koes
menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni
sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar
Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di
sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8
orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan
bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak
serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus
Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai
dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat
beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan
bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan
kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi
kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman
empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua
proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar.
Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies
mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap
mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.Proses untuk mendesain
dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan
membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti
sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri
dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.
Dari : http://inankito.blogspot.com